Saturday 27 December 2014

Etika dan Tatasusila dalam Kitab Slokantara

II.1      Susunan dan Isi Kitab Slokantara
            Susunan Kiatb Slokantara identik dengan Kitab Wrespatitattwa. Syair – syairnya berbahasa Sansekerta yang jumlahnya 84 buah yang disertakan salinannya dalam bahasa jawa kuna. Hanya saja isinya yang berbeda yang mana Kitab Wrespatitattwa pokoknya : Siwa Tattwa, sedangkan Slokantara tentang Etika, Sasana, Danapunia dan Niti serta ajaran Karma phala. Mengenai ajarannya tidak tersusun dengan sistematis tapi antara syair yang satu dengan syair yang lainnya sering memaparkan ajaran yang berbeda, hal ini terdapat dalam kakawin Nitisastra. Namun materi yang diajarkan banyak kesamaannya.

II.2      Kecenderungan Sifat Manusia
            Didalam Kitab Slokantara tidak terdapat uraian tentang Tri Guna, Suri Asuri sampad yang merupakan kecenderungan sifat manusia yang didapatkan berupa gambaran / lukisan sifat orang baik dan buruk perilakunya. Dengan gambaran itulah manusia atau orang pedoman untuk bisa membedakan mana perilaku orang baik dan mana perilaku orang yang tidak baik sehingga diharapkan manusia cenderung memilih/melaksanakan perilaku yang baik/susila. Dalam Kitab slokantara dilukiskanlah sifat – sifat itu diantaranya pada syair 31 :
Demikianlah bahwa sang sadhujana, yaitu orang yang lahir dari keluarga baik – baik meskipun ia amat miskin meyedihkan, tetapi ia itu tidak akan mau mengerjakan dan memikirkan yang jahat – jahat. Hal ini dapat dibandingkan seekor harimau, walaupun cakarnya dipotong, tidak mungkin ia akan mau makan rumput, karena ia akan ingat apa yang harus dimakannya atas dasar kodratnya. Demikian ajaran kitab suci.
            Pada dasarnya manusia atau orang yang sungguh – sungguh, baik budinya, sangat sulit untuk diajak berbuat yang buruk karena parilaksana yang begitu dirasakannya merupakan dosa besar yang menimpa diri mereka. Lain halnya dengan orang buruk budinya, mudah terpengaruhi atau terombang – ambing pikirannya, sedikit ada orang yang mempengaruhi sudah diterima karena dasar pikirannya sudah buruk, ibarat harimau yang terbiasa memakan daging, sudah barang tentu sulit untuk memakan makanan yang lain, bahkan tidak bisa.
            Mengenai sembilan kebajikan – kebajikan yang terdapat pada ayat 84 juga juga disajikan sifat – sifat baik budi dari dari orang yang budinya baik. Diantaranya : sifat mulia, sifat ideal yang sedapat mungkin dikejar orang dan dan terdapat dalam kitab Slokantara 84 yang mana berbunyi :
            Inilah perilaku yang dinamai nawa sangan yang dapat menyebabkan hidup kita ini menjadi bahagia yaitu : andrayuga, gunabhiksama, sadhuniragraha, widagdhaprasama, wiratasadharana, krtarajahita, tyaga prasama, suralaksana, surapratyayana, yang berjumlah sembilan.
  1. andrayuga artinya menguasai ajaran – ajaran dharma, segala macama pengetahuan, bijaksana dan tahu akan apa yang baik dan apa yang buruk.
  2. gunabhiksama artinya jujur akan harta kepunyaan atasannya, selalu dapat mengatasi segala kesukaran, tidak melibatkan diri pada pertentangan yang timbul, sering sehaluan dengan kehendak umum dan berbahagia jika melakukan kebajikan.
  3. sadhuniragraha artinya jujur terhadap wanita dan tidak menyakiti sesama manusia.
  4. widagdhaprasama artinya tidak termakan oleh ucapan – ucapan tidak benar yang ditunjukkan kepadanya dan tidak merasa marah atau sedih, selalu bahagia dan tenang pikirannya.
  5. wiratasadharana artinya keberaniannya tidak ada bandingnya, tidak bisa kalah dalam perdebatan an selalu memegang keadilan hukum.
  6. krtarajahita artinya tidak segan – segan mengalah (kalau merasa salah) dan memahami benar kitab Hukum kutaramanawa dan lain – lainnya.
  7. tyaga prasama artinya tidak mengenal lelah jika sedang melakukan tugas yang dibebnkan oleh atasannya.
  8. suralaksana artinya tidak mengenal rasa takut, selalu cepat dan tidan lamban dalam bertindak.
  9. surapratyayana artinya hormat dan stia pada atasan, tidak pernah mundur dari medan perang, tidak lari dari kesukaran, tetap waspada dalam menjawab atasan.
perbuatan nawa sanga merupakan sesuatu yang sangat baik bila dapat  dilaksanakan.
            Gambaran atau lukisan sifat – sifat baik yang terdapat dalam Kitab Slokantara ada sangkut pautnya dengan ajaran sasana dan niti, sehingga sifat baik atau buruk diteropong dari sasana dan niti. Bila apa yang dipaparkan dalam ajaran sasana dan niti dilaksanakan maka orang itu menjadi baik, bila bertentangan maka orang tersebut akan berifat buruk. Lukisan itu terdapat juga dalam Nitisara. Karena hidup ini tidak dapat lepas dari sasana dan niti yang menyangkut peraturan hidup dan pemerintahan serta hukum yang berlaku. Dalam Kitab Slokantara juga menyajikan gambaran tentang sifat – sifat orang buruk yang tidak pantas ditiru pada 34 yang berbunyi :
            Ada orang yang air mukanya manis, menarik dan seperti tenangnya bunga terati yang sedang mekar, kata – katanya sejuk seperti meresapnya sejuk air cendana yang dilepaskan pada badan. Ia manis dan penyayang tampaknya terhadap orang sengsara dan kemalangan. Walaupun tampaknya ia dapat dianggap sebagai pahlawan, namun sebenarnya, hatinya setajam gunting. Dalam mendekati ia itu sangat menakutkan. Dengan gigi dikeratkan ia patahlah leher orang – orang yang baik budi yang patut disayangi itu. Ia menyebabkan penderitaan yang maha hebat, yaitu sama dengan madu dicampur racun. Sebenarnya kemanisannya itulah kejahatan yang tidak kenal ampun. Sebenarny ia racun terjahat dalam bentuk manusia, penjelmaan dasar neraka. Kesimpulannya, orang yang lahirnya mulia janganlah berbuat semacam itu. Inilah nasehat suci.
            Gambaran yang lebih panjang tentang sifat – sifat orang berbuat buruk ada pada ayat 84 yang bunyinya :
            Inilah sifat – sifat dasar mala yang tidak layak dilakukan yaitu : tandri, kleda, leja, kuhaka, metreya, megata, ragastri, kutila, bhaksa bhuwana, kimburu.
-          tandri yaitu orang yang malas, lemah, suka makan dan tidur saja, enggan bekerja, tidak tulus dan hanya ingin melakukan kejahatan
-          kleda yaitu suka menunda – nunda, pikiran buntu, dan tidak mengerti apa sebenarnya maksud – maksud orang lain
-          leja artinya pikiran selalu diliputi kegelapan, bernafsu besar. Ingin segala dan gembira jika melakukan kejahatan.
-          Kuhaka artinya orang pemarah, selalu mencari – cari kesalahan orang lain, berkata asal berkata dan keras kepala.
-          Metreya artinya orang yang hanya dapat berkata kasar dan suka menyakiti dan menyiksa orang lain, sombong pada diri sendiri ”siapa dapat menyaingi aku” pikirannya. Ia suka mengganggu dan melarikan istri orang lain.
-          Megata artinya tidak ada tingkahnya yang dapat dipuji, meskipun ia berkata atau kata – katanya manis dan merendah, tetapi dibalik lidahnya ada maksud jahat. Ia tidak merasakan kejelekannya, berbuat jahat, menjauhi susila. Ia kejam.
-          Ragastri artinya suka memperkosa perempuan baik – baik, dan memandang mereka dengan mata penuh nafsu.
-          Kutila artinya menyakiti orang lain, menyiksa dan menyakiti orang miskin dan malang, pemabuk dan penipu. Tidak seorangpun yang berkawan baik terhadapnya.
-          bhaksa bhuwana artinya orang yang suka membuat orang lain melarat. Ia penipu orang jujur. Ia berfoya – foya dan berpesta – pesta melewati batas. Ia sombong. Kata – katanya selalu menyakiti telinga.
-          Kimburu artinya orang yang menipu kepunyaan orang jujur. Ia tidak peduli apa mangsanya itu keluarga, saudara atau kawan. Ia tidak segan mencoba mencuri milik para pendeta.
Inilah tingkah orang melakukan kesepuluh dosa itu. Ini tidak bagus.
Demikianlah lukisan atau gambaran kecenderungan sifat baik dan buruk yang dipaparkan dalam Kitab Slokantara.

II.3      Pengendalian Diri
            Didalam Kitab Slokantara tidak dijumpai ajaran pengendalian diri secara sistematis seperti yang dipaparkan dalam ayat 84 yang berbunyi :
            Inilah dosa para martha hendaknya dipahami oleh ia yang mengabdi pada Dharma, ia yang bersiap – sipa untuk melaksanakan sifat kependetaan, yang ingin kembali menjadi manusia, yang luput dari dosa kawah neraka, maka itulah dasar paramartha hendaknya dilaksanakan.  Manakah itu ? Tapa, Brata, Smadhi, Santa, Samanta, Karuna, Karuni, Upeksa, Mudita, Maetri.
-          Tapa artinya meninggalkan keduniawian
-          Brata artinya mengurangi kepentingan hidup
-          Smadhi artinya membiasakan diri bangun malam hari, merenungkan Dharma.
-          Santa artinya Satunya kata tidak berbohong
-          Samanta artinya hanya satu yang diinginkan yaitu berbuat kebajikan
-          Karuna artinya cinta kasih terjadap sesama hidup
-          Karuni artinya cinta kasih terhadap tumbuh – tumbuhan dan semua binatang
-          Upeksa artinya mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian juga mengajar yang bodo dan keada yang tampan
-          Mudita artinya pikiran yang baik, senang dalam hati, tidfak benci bila diberi petunjuk
-          Maetri artinya menyampaikan kata – kata yang baik kepada sesama hidup
Yang merupakan ajaran pengendalian diri yang sesuai dengan ajaran yoga adalah tapa, brata, smadhi, bagian yang lain merupakan ajaran etika.

II.4      Paparan Etika yang terdapat dalam kitab Slokantara
  1. Satya dan Dharma terdapat dalam Slokantara Sloka 1, yang berbunyi :
Sebagai halnya golongan brahmana diantara manusia, sebagai halnya matahari diantara sumber cahaya, sebagai halnya kepala diantara anggota badan, diantara Dharma, kebenaranlah yang paling mulia.
Slokantara 7, yang bunyinya :
Tidak ada dharma lebih tinggi dari satya, tidak ada dosa yang lebih rendah dari dusta, dharma harus dilaksanakan diketiga dunia ini dan satya harus tidak dilanggar
Slokantara 9, yang bunyinya :
Adapun keremajaan dan wajah yang tampan tidan kekal itu, sebenarnya. Kekayaan, semua hal milik tidak kekal itu dan orang yang makan dan tidur bersama istri pun tidak kekal keadaannya. Oleh karena itu, dharmalah yang pertama – tama harus diusahakan dan diperbuat. Sungguh tidak ada cacatnya menjadi manusia kalau senang menampilkan segala apa yang dinamakan dharma sasana pada sang pandita. Agar supaya tidak menemui neraka. Demikian sepatutnya hal ikhwal menjadi manusia
  1. Catur Paramita adalah empat ajaran yang mulia.
-          Maetri, kasih sayang lepada semua mahluk tanpa mengindahkan kasih
-          Karuna, bentuk kesadaran yang menghendaki lenyapnya kesadaran semua mahluk
-          Mudita, rasa senangnya batin karena bahagianya semua mahluk
-          Upeksa, bentuk kesadaran batin yang tidak mementingkan hasil
  1. Sapta Timira : tujuh kegelapan, dalam Slokantara 21 disebutkan :
Keterangnnya, yang menyebabkan orang menjadi mabuk, tiga macamnya yaitu :
-          Sura yaitu tuwak
-          Saraswati yaitu pengetahuan
-          Laksmi yaitu kekayaan seperti emas, perak.
Itulah yang menyebabkan mabuk pikiran orang. Bila ada orang yang tidak kena mabuk karena tuwak, karena pengetahuan, karena kekayaan emas, perak. Maka ia disebut purusa, manusia sejati. Bila ada orang yang demikian itu, benar – benar ia akan dicintai oleh masyarakat. Demikianlah ajaran Kitab Suci.
Dalam kakawin nitisara 19 disebutkan :
Hal – hal yang menyebebkan mabuk ialah ketampanan, kekayaan, keturunan, keremajaan, dan juga minuman keras dan kepahlawanan membuat mabuknya pikiran semua orang. Bila ada orang kaya, tampan rupawan, pandai, banyak hartanya, berdarah bangsawan lagi muda umurnya dan karena semua itu ia tidak mabuk ia adalah orang utama, kebijaksanaannya tida ada badingannya.
  1. Sangsarga, didalam Slokantara Sloka 45 berbunyi :
Jika ada orang yang bershabat dengan orang yang rendah budinya tentulah orang itu akan kena pengaruh budi yang rendah dan jahat. Demikian pula dengan orang yang bersahabat dengan orang yang baik budi akan ken apengaruh budi baik. Contohnya seperti halnya dua burung atat yang bernama si Gawaksa dan si Giwika, yang satu ditangkap oleh seorang pemburu, dan dipeliharanya dan yang seekor lagi ditangkap oleh seorang pendeta dan peliharanya. Pada suatu hari ada seorang raja berburu, terseatlah beliau seorang diri, terlunta – lunta hingga sampailah beliau dirumah seorang pemburu, tempatnya burung atat si Giwika, berkatalah burung ata itu kepada sang prabu, katanya ”ah itu dia, makan, belah kepalanya” demikianlah kata burung atat itu, terdengarlah oleh sang prabu, larikah beliau itu, sampai dipertapaan sang pendeta, tempatnya burung atat si Gawaksa. Berkatalah burung itu katanya ”duhai, bahagialah tuanku raja! Sayang tuanku terlunta – lunta sampai dipertapaan ini, silahkan istirahat dan duduk di balai – bali yang baru itu, sambil makan buah ampiji, sirih muda, kapur mentah, bila tuanku letih, silahkan tuanku mandi di kolam itu” demikianlah kata burung atat itu pada baginada. Heranlah hati baginda raja mendengar kata – kata burung atat itu.pada akhirnya baginda raja bertanya kepada sang pendeta, tentang burung ata yang dipeliharanya itu. Menjawablah sang pendeta ”sesungguhnya hal itu disebabkan oleh karena persahabatan”. Kesimpulannya bagi orang yang baik budi janganlah ia tidak memilih sahabat, pilihlah yang dapat menambah kebijaksanaan. Janganlah ia bersahabat dengan orang jahat, sebab orang akan mengantar ke neraka. Demikianlah ajaran agama menyebutkan.
Dalam kitab Slokantara diajak kita supaya hati – hati didalam memilih sahabat dalam pergaulan. Hal ini juga terdapat dalam kitab Tantri Kamandaka tentang cerita burung bangau dengan ikan, si tuma dengan si titih, si wenari dan i papaka.
Location: Bali, Indonesia

0 comments:

Post a Comment