II.1 Susunan dan Isi Kitab
Slokantara
Susunan
Kiatb Slokantara identik dengan Kitab Wrespatitattwa. Syair – syairnya
berbahasa Sansekerta yang jumlahnya 84 buah yang disertakan salinannya dalam
bahasa jawa kuna. Hanya saja isinya yang berbeda yang mana Kitab Wrespatitattwa
pokoknya : Siwa Tattwa, sedangkan Slokantara tentang Etika, Sasana, Danapunia
dan Niti serta ajaran Karma phala. Mengenai ajarannya tidak tersusun dengan
sistematis tapi antara syair yang satu dengan syair yang lainnya sering
memaparkan ajaran yang berbeda, hal ini terdapat dalam kakawin Nitisastra. Namun
materi yang diajarkan banyak kesamaannya.
II.2 Kecenderungan
Sifat Manusia
Didalam
Kitab Slokantara tidak terdapat uraian tentang Tri Guna, Suri Asuri sampad yang
merupakan kecenderungan sifat manusia yang didapatkan berupa gambaran / lukisan
sifat orang baik dan buruk perilakunya. Dengan gambaran itulah manusia atau
orang pedoman untuk bisa membedakan mana perilaku orang baik dan mana perilaku
orang yang tidak baik sehingga diharapkan manusia cenderung memilih/melaksanakan
perilaku yang baik/susila. Dalam Kitab slokantara dilukiskanlah sifat – sifat
itu diantaranya pada syair 31 :
Demikianlah bahwa sang
sadhujana, yaitu orang yang lahir dari keluarga baik – baik meskipun ia amat
miskin meyedihkan, tetapi ia itu tidak akan mau mengerjakan dan memikirkan yang
jahat – jahat. Hal ini dapat dibandingkan seekor harimau, walaupun cakarnya
dipotong, tidak mungkin ia akan mau makan rumput, karena ia akan ingat apa yang
harus dimakannya atas dasar kodratnya. Demikian ajaran kitab suci.
Pada
dasarnya manusia atau orang yang sungguh – sungguh, baik budinya, sangat sulit
untuk diajak berbuat yang buruk karena parilaksana yang begitu dirasakannya
merupakan dosa besar yang menimpa diri mereka. Lain halnya dengan orang buruk
budinya, mudah terpengaruhi atau terombang – ambing pikirannya, sedikit ada orang
yang mempengaruhi sudah diterima karena dasar pikirannya sudah buruk, ibarat
harimau yang terbiasa memakan daging, sudah barang tentu sulit untuk memakan
makanan yang lain, bahkan tidak bisa.
Mengenai
sembilan kebajikan – kebajikan yang terdapat pada ayat 84 juga juga disajikan sifat
– sifat baik budi dari dari orang yang budinya baik. Diantaranya : sifat mulia,
sifat ideal yang sedapat mungkin dikejar orang dan dan terdapat dalam kitab
Slokantara 84 yang mana berbunyi :
Inilah
perilaku yang dinamai nawa sangan yang dapat menyebabkan hidup kita ini menjadi
bahagia yaitu : andrayuga, gunabhiksama, sadhuniragraha, widagdhaprasama, wiratasadharana,
krtarajahita, tyaga prasama, suralaksana, surapratyayana, yang berjumlah sembilan.
- andrayuga
artinya menguasai ajaran – ajaran dharma, segala macama pengetahuan,
bijaksana dan tahu akan apa yang baik dan apa yang buruk.
- gunabhiksama
artinya jujur akan harta kepunyaan atasannya, selalu dapat mengatasi
segala kesukaran, tidak melibatkan diri pada pertentangan yang timbul,
sering sehaluan dengan kehendak umum dan berbahagia jika melakukan
kebajikan.
- sadhuniragraha
artinya jujur terhadap wanita dan tidak menyakiti sesama manusia.
- widagdhaprasama
artinya tidak termakan oleh ucapan – ucapan tidak benar yang ditunjukkan
kepadanya dan tidak merasa marah atau sedih, selalu bahagia dan tenang
pikirannya.
- wiratasadharana
artinya keberaniannya tidak ada bandingnya, tidak bisa kalah dalam
perdebatan an selalu memegang keadilan hukum.
- krtarajahita
artinya tidak segan – segan mengalah (kalau merasa salah) dan memahami
benar kitab Hukum kutaramanawa dan lain – lainnya.
- tyaga
prasama artinya tidak mengenal lelah jika sedang melakukan tugas yang
dibebnkan oleh atasannya.
- suralaksana
artinya tidak mengenal rasa takut, selalu cepat dan tidan lamban dalam
bertindak.
- surapratyayana
artinya hormat dan stia pada atasan, tidak pernah mundur dari medan
perang, tidak lari dari kesukaran, tetap waspada dalam menjawab atasan.
perbuatan nawa sanga merupakan sesuatu
yang sangat baik bila dapat
dilaksanakan.
Gambaran
atau lukisan sifat – sifat baik yang terdapat dalam Kitab Slokantara ada
sangkut pautnya dengan ajaran sasana dan niti, sehingga sifat baik atau buruk
diteropong dari sasana dan niti. Bila apa yang dipaparkan dalam ajaran sasana
dan niti dilaksanakan maka orang itu menjadi baik, bila bertentangan maka orang
tersebut akan berifat buruk. Lukisan itu terdapat juga dalam Nitisara. Karena
hidup ini tidak dapat lepas dari sasana dan niti yang menyangkut peraturan
hidup dan pemerintahan serta hukum yang berlaku. Dalam Kitab Slokantara juga
menyajikan gambaran tentang sifat – sifat orang buruk yang tidak pantas ditiru
pada 34 yang berbunyi :
Ada
orang yang air mukanya manis, menarik dan seperti tenangnya bunga terati yang
sedang mekar, kata – katanya sejuk seperti meresapnya sejuk air cendana yang
dilepaskan pada badan. Ia manis dan penyayang tampaknya terhadap orang sengsara
dan kemalangan. Walaupun tampaknya ia dapat dianggap sebagai pahlawan, namun
sebenarnya, hatinya setajam gunting. Dalam mendekati ia itu sangat menakutkan.
Dengan gigi dikeratkan ia patahlah leher orang – orang yang baik budi yang
patut disayangi itu. Ia
menyebabkan penderitaan yang maha hebat, yaitu sama dengan madu dicampur racun.
Sebenarnya kemanisannya itulah kejahatan yang tidak kenal ampun. Sebenarny ia racun terjahat dalam bentuk
manusia, penjelmaan dasar neraka. Kesimpulannya, orang yang lahirnya mulia
janganlah berbuat semacam itu. Inilah nasehat suci.
Gambaran yang lebih panjang tentang sifat
– sifat orang berbuat buruk ada pada ayat 84 yang bunyinya :
Inilah
sifat – sifat dasar mala yang tidak layak dilakukan yaitu : tandri, kleda,
leja, kuhaka, metreya, megata, ragastri, kutila, bhaksa bhuwana, kimburu.
-
tandri
yaitu orang yang malas, lemah, suka makan dan tidur saja, enggan bekerja, tidak
tulus dan hanya ingin melakukan kejahatan
-
kleda
yaitu suka menunda – nunda, pikiran buntu, dan tidak mengerti apa sebenarnya
maksud – maksud orang lain
-
leja
artinya pikiran selalu diliputi kegelapan, bernafsu besar. Ingin segala dan
gembira jika melakukan kejahatan.
-
Kuhaka
artinya orang pemarah, selalu mencari – cari kesalahan orang lain, berkata asal
berkata dan keras kepala.
-
Metreya
artinya orang yang hanya dapat berkata kasar dan suka menyakiti dan menyiksa
orang lain, sombong pada diri sendiri ”siapa dapat menyaingi aku” pikirannya.
Ia suka mengganggu dan melarikan istri orang lain.
-
Megata
artinya tidak ada tingkahnya yang dapat dipuji, meskipun ia berkata atau kata –
katanya manis dan merendah, tetapi dibalik lidahnya ada maksud jahat. Ia tidak
merasakan kejelekannya, berbuat jahat, menjauhi susila. Ia kejam.
-
Ragastri
artinya suka memperkosa perempuan baik – baik, dan memandang mereka dengan mata
penuh nafsu.
-
Kutila
artinya menyakiti orang lain, menyiksa dan menyakiti orang miskin dan malang,
pemabuk dan penipu. Tidak seorangpun yang berkawan baik terhadapnya.
-
bhaksa
bhuwana artinya orang yang suka membuat orang lain melarat. Ia penipu orang
jujur. Ia berfoya – foya dan berpesta – pesta melewati batas. Ia sombong. Kata
– katanya selalu menyakiti telinga.
-
Kimburu
artinya orang yang menipu kepunyaan orang jujur. Ia tidak peduli apa mangsanya
itu keluarga, saudara atau kawan. Ia tidak segan mencoba mencuri milik para
pendeta.
Inilah tingkah orang
melakukan kesepuluh dosa itu. Ini tidak bagus.
Demikianlah lukisan atau
gambaran kecenderungan sifat baik dan buruk yang dipaparkan dalam Kitab
Slokantara.
II.3 Pengendalian
Diri
Didalam
Kitab Slokantara tidak dijumpai ajaran pengendalian diri secara sistematis
seperti yang dipaparkan dalam ayat 84 yang berbunyi :
Inilah
dosa para martha hendaknya dipahami oleh ia yang mengabdi pada Dharma, ia yang
bersiap – sipa untuk melaksanakan sifat kependetaan, yang ingin kembali menjadi
manusia, yang luput dari dosa kawah neraka, maka itulah dasar paramartha
hendaknya dilaksanakan. Manakah itu ? Tapa, Brata, Smadhi, Santa,
Samanta, Karuna, Karuni, Upeksa, Mudita, Maetri.
-
Tapa
artinya meninggalkan keduniawian
-
Brata
artinya mengurangi kepentingan hidup
-
Smadhi
artinya membiasakan diri bangun malam hari, merenungkan Dharma.
-
Santa
artinya Satunya kata tidak berbohong
-
Samanta
artinya hanya satu yang diinginkan yaitu berbuat kebajikan
-
Karuna
artinya cinta kasih terjadap sesama hidup
-
Karuni
artinya cinta kasih terhadap tumbuh – tumbuhan dan semua binatang
-
Upeksa
artinya mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian juga mengajar
yang bodo dan keada yang tampan
-
Mudita
artinya pikiran yang baik, senang dalam hati, tidfak benci bila diberi petunjuk
-
Maetri
artinya menyampaikan kata – kata yang baik kepada sesama hidup
Yang merupakan ajaran
pengendalian diri yang sesuai dengan ajaran yoga adalah tapa, brata, smadhi,
bagian yang lain merupakan ajaran etika.
II.4 Paparan
Etika yang terdapat dalam kitab Slokantara
- Satya
dan Dharma terdapat dalam Slokantara Sloka 1, yang berbunyi :
Sebagai halnya golongan
brahmana diantara manusia, sebagai halnya matahari diantara sumber cahaya,
sebagai halnya kepala diantara anggota badan, diantara Dharma, kebenaranlah
yang paling mulia.
Slokantara 7, yang bunyinya :
Tidak ada dharma lebih
tinggi dari satya, tidak ada dosa yang lebih rendah dari dusta, dharma harus
dilaksanakan diketiga dunia ini dan satya harus tidak dilanggar
Slokantara 9, yang bunyinya :
Adapun keremajaan dan wajah
yang tampan tidan kekal itu, sebenarnya. Kekayaan, semua hal milik tidak kekal
itu dan orang yang makan dan tidur bersama istri pun tidak kekal keadaannya.
Oleh karena itu, dharmalah yang pertama – tama harus diusahakan dan diperbuat.
Sungguh tidak ada cacatnya menjadi manusia kalau senang menampilkan segala apa
yang dinamakan dharma sasana pada sang pandita. Agar supaya tidak menemui
neraka. Demikian sepatutnya hal ikhwal menjadi manusia
- Catur
Paramita adalah empat ajaran yang mulia.
-
Maetri,
kasih sayang lepada semua mahluk tanpa mengindahkan kasih
-
Karuna,
bentuk kesadaran yang menghendaki lenyapnya kesadaran semua mahluk
-
Mudita,
rasa senangnya batin karena bahagianya semua mahluk
-
Upeksa,
bentuk kesadaran batin yang tidak mementingkan hasil
- Sapta
Timira : tujuh kegelapan, dalam Slokantara 21 disebutkan :
Keterangnnya, yang
menyebabkan orang menjadi mabuk, tiga macamnya yaitu :
-
Sura
yaitu tuwak
-
Saraswati
yaitu pengetahuan
-
Laksmi
yaitu kekayaan seperti emas, perak.
Itulah yang menyebabkan
mabuk pikiran orang. Bila ada orang yang tidak kena mabuk karena tuwak, karena
pengetahuan, karena kekayaan emas, perak. Maka ia disebut purusa, manusia
sejati. Bila ada orang yang demikian itu, benar – benar ia akan dicintai oleh
masyarakat. Demikianlah ajaran Kitab Suci.
Dalam kakawin nitisara 19
disebutkan :
Hal – hal yang menyebebkan
mabuk ialah ketampanan, kekayaan, keturunan, keremajaan, dan juga minuman keras
dan kepahlawanan membuat mabuknya pikiran semua orang. Bila ada orang kaya,
tampan rupawan, pandai, banyak hartanya, berdarah bangsawan lagi muda umurnya
dan karena semua itu ia tidak mabuk ia adalah orang utama, kebijaksanaannya
tida ada badingannya.
- Sangsarga,
didalam Slokantara Sloka 45 berbunyi :
Jika ada orang yang
bershabat dengan orang yang rendah budinya tentulah orang itu akan kena
pengaruh budi yang rendah dan jahat. Demikian pula dengan orang yang bersahabat
dengan orang yang baik budi akan ken apengaruh budi baik. Contohnya seperti
halnya dua burung atat yang bernama si Gawaksa dan si Giwika, yang satu
ditangkap oleh seorang pemburu, dan dipeliharanya dan yang seekor lagi
ditangkap oleh seorang pendeta dan peliharanya. Pada suatu hari ada seorang
raja berburu, terseatlah beliau seorang diri, terlunta – lunta hingga sampailah
beliau dirumah seorang pemburu, tempatnya burung atat si Giwika, berkatalah
burung ata itu kepada sang prabu, katanya ”ah itu dia, makan, belah kepalanya”
demikianlah kata burung atat itu, terdengarlah oleh sang prabu, larikah beliau
itu, sampai dipertapaan sang pendeta, tempatnya burung atat si Gawaksa.
Berkatalah burung itu katanya ”duhai, bahagialah tuanku raja! Sayang tuanku
terlunta – lunta sampai dipertapaan ini, silahkan istirahat dan duduk di balai
– bali yang baru itu, sambil makan buah ampiji, sirih muda, kapur mentah, bila
tuanku letih, silahkan tuanku mandi di kolam itu” demikianlah kata burung atat
itu pada baginada. Heranlah hati baginda raja mendengar kata – kata burung atat
itu.pada akhirnya baginda raja bertanya kepada sang pendeta, tentang burung ata
yang dipeliharanya itu. Menjawablah sang pendeta ”sesungguhnya hal itu
disebabkan oleh karena persahabatan”. Kesimpulannya bagi orang yang baik budi
janganlah ia tidak memilih sahabat, pilihlah yang dapat menambah kebijaksanaan.
Janganlah ia bersahabat dengan orang jahat, sebab orang akan mengantar ke
neraka. Demikianlah ajaran agama menyebutkan.
Dalam kitab Slokantara diajak kita supaya hati –
hati didalam memilih sahabat dalam pergaulan. Hal ini juga terdapat dalam kitab
Tantri Kamandaka tentang cerita burung bangau dengan ikan, si tuma dengan si
titih, si wenari dan i papaka.
0 comments:
Post a Comment